Kanker ovarium adalah jenis kanker yang dimulai di ovarium, yaitu organ reproduksi wanita yang berfungsi untuk menghasilkan sel telur (ovum) dan hormon estrogen serta progesteron. Kanker ovarium sering disebut sebagai “silent killer” karena gejalanya cenderung tidak spesifik atau terlalu umum, sehingga penyakit ini sering terdeteksi pada tahap yang lebih lanjut, ketika sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Karena itu, deteksi dini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Penyebab Kanker Ovarium
Penyebab pasti kanker ovarium belum sepenuhnya dipahami, namun ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan penyakit ini. Faktor-faktor ini mencakup:
1. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga
- Wanita dengan riwayat keluarga yang mengidap kanker ovarium, payudara, atau kanker lainnya (terutama kanker yang terkait dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2) berisiko lebih tinggi mengembangkan kanker ovarium. Mutasi pada gen-gen ini dapat diwariskan, dan mereka berperan dalam mengatur perbaikan DNA dan pembelahan sel, sehingga mutasi dapat menyebabkan sel tumbuh tidak terkendali.
- Sindrom seperti Lynch Syndrome atau Peutz-Jeghers Syndrome juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium.
2. Usia dan Menopause
- Kanker ovarium lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua, terutama setelah menopause. Kebanyakan kasus ditemukan pada wanita usia 50 tahun ke atas.
3. Faktor Hormon
- Wanita yang menggunakan terapi penggantian hormon (HRT) dalam jangka panjang, khususnya kombinasi estrogen dan progestin, mungkin memiliki peningkatan risiko kanker ovarium.
- Sebaliknya, wanita yang memiliki lebih sedikit siklus menstruasi sepanjang hidupnya, misalnya mereka yang memiliki kehamilan banyak, menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB), atau mengalami menopause dini, cenderung memiliki risiko lebih rendah.
4. Faktor Reproduksi
- Wanita yang tidak pernah hamil atau memiliki lebih sedikit anak berisiko lebih tinggi mengembangkan kanker ovarium.
- Penderita infertilitas atau yang menjalani perawatan kesuburan juga berisiko lebih tinggi terkena kanker ovarium, meskipun hubungan ini belum sepenuhnya dipahami.
5. Obesitas dan Gaya Hidup
- Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker ovarium, terutama tipe yang lebih agresif. Gaya hidup tidak sehat, seperti diet tinggi lemak atau merokok, juga dapat berkontribusi pada peningkatan risiko kanker ovarium.
Gejala Kanker Ovarium
Gejala kanker ovarium sering kali muncul secara perlahan dan bisa mirip dengan gejala kondisi lain, seperti gangguan pencernaan atau sindrom iritasi usus besar (IBS). Karena itu, kanker ovarium sering kali terdeteksi pada tahap yang lebih lanjut. Beberapa gejala yang bisa muncul meliputi:
1. Perut Kembung atau Pembengkakan
- Wanita dengan kanker ovarium sering melaporkan perasaan kembung yang tidak biasa atau pembengkakan di perut.
2. Nyeri Perut atau Panggul
- Nyeri atau ketidaknyamanan di area perut atau panggul, yang mungkin terasa seperti kram, bisa menjadi tanda kanker ovarium. Rasa sakit ini bisa datang dan pergi atau terus-menerus.
3. Perubahan Pola Buang Air Kecil
- Wanita dengan kanker ovarium mungkin merasa sering ingin buang air kecil atau merasa tidak bisa mengosongkan kandung kemih dengan sempurna. Ini bisa disebabkan oleh penekanan tumor pada kandung kemih.
4. Kehilangan Nafsu Makan dan Penurunan Berat Badan
- Kehilangan nafsu makan yang tidak dapat dijelaskan dan penurunan berat badan yang signifikan, meskipun tidak ada perubahan pola makan, bisa menjadi gejala kanker ovarium.
5. Rasa Penuh Cepat
- Beberapa wanita merasa cepat kenyang meskipun makan sedikit, yang bisa disebabkan oleh pembengkakan atau tekanan dari tumor pada saluran pencernaan.
6. Perubahan pada Menstruasi
- Beberapa wanita mungkin mengalami perubahan pada siklus menstruasi mereka, seperti perdarahan yang tidak teratur atau lebih berat dari biasanya.
7. Kelelahan Ekstrem
- Kelelahan yang berlebihan atau rasa lelah yang tidak hilang meskipun sudah cukup istirahat juga dapat menjadi gejala kanker ovarium.
Deteksi Dini Kanker Ovarium
Kanker ovarium sulit dideteksi pada tahap awal karena gejalanya cenderung samar atau mirip dengan masalah pencernaan atau kondisi lain yang lebih umum. Namun, ada beberapa langkah dan metode yang dapat membantu dalam deteksi dini:
1. Pemeriksaan Pap Smear dan Tes Ginekologi Rutin
- Meskipun tes Pap smear tidak dapat mendeteksi kanker ovarium (karena hanya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks), pemeriksaan ginekologi rutin sangat penting. Dokter dapat melakukan palpasi untuk merasakan adanya pembengkakan atau massa di ovarium yang mungkin menunjukkan adanya kanker.
2. Tes CA-125 (Penanda Tumor)
- CA-125 adalah tes darah yang mengukur kadar protein yang dikenal sebagai antigen kanker 125. Kadar CA-125 yang tinggi dapat menunjukkan adanya kanker ovarium, tetapi tes ini tidak spesifik karena kadar CA-125 juga bisa meningkat pada kondisi lain, seperti endometriosis atau fibroid. Tes ini lebih sering digunakan untuk memantau pasien yang sudah didiagnosis dengan kanker ovarium.
3. USG Transvaginal
- Pemeriksaan ultrasonografi (USG) transvaginal dapat digunakan untuk memeriksa ovarium dan mendeteksi adanya massa atau tumor. Prosedur ini sering dilakukan jika ada keluhan atau tanda-tanda kanker ovarium.
4. CT Scan atau MRI
- Jika ada kecurigaan kanker ovarium, dokter mungkin akan merekomendasikan CT scan atau MRI untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari ovarium dan organ sekitarnya. Tes ini berguna untuk menentukan apakah kanker telah menyebar ke organ lain.
5. Biopsi
- Jika terdapat tumor yang mencurigakan, biopsi akan dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis. Sampel jaringan dari tumor diambil dan diperiksa di laboratorium untuk menentukan apakah itu kanker.
6. Pelajari Riwayat Keluarga
- Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau kanker terkait genetik lainnya (seperti kanker payudara yang disebabkan oleh mutasi BRCA) sebaiknya berbicara dengan dokter untuk pertimbangan tes genetik atau pemeriksaan lebih lanjut.
Pengobatan Kanker Ovarium
Pengobatan kanker ovarium tergantung pada stadium kanker, usia pasien, dan keadaan kesehatan secara keseluruhan. Pilihan pengobatan utama meliputi:
1. Pembedahan
- Operasi adalah pengobatan utama untuk kanker ovarium. Tujuannya adalah untuk mengangkat tumor dan sebagian besar jaringan ovarium yang terinfeksi, serta organ lain yang mungkin terkena, seperti rahim, tuba falopi, atau kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut, pembedahan juga dapat dilakukan untuk mengurangi beban tumor.
2. Kemoterapi
- Kemoterapi digunakan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang tersisa setelah pembedahan atau untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Kemoterapi dapat diberikan melalui infus atau dalam bentuk pil.
3. Radioterapi
- Meskipun jarang digunakan untuk kanker ovarium, radioterapi bisa digunakan dalam beberapa kasus untuk menghancurkan sel kanker yang tersisa atau untuk mengurangi gejala tertentu.
4. Terapi Targeted
- Terapi ini dirancang untuk mengatasi bagian tertentu dari sel kanker yang berbeda dengan sel normal. Obat-obatan seperti bevacizumab digunakan untuk menargetkan pembuluh darah tumor untuk memperlambat pertumbuhannya.
5. Imunoterapi
- Imunoterapi, yang mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, mulai digunakan sebagai pilihan pengobatan untuk kanker ovarium, terutama pada jenis yang resisten terhadap kemoterapi.
Pencegahan Kanker Ovarium
Meskipun tidak ada cara pasti untuk mencegah kanker ovarium, beberapa langkah dapat mengurangi risiko, antara lain:
- Penggunaan Kontrasepsi Hormonal: Penggunaan pil KB dapat mengurangi risiko kanker ovarium karena menghambat ovulasi.
- Hamil dan Menyusui: Wanita yang memiliki anak atau menyusui lebih jarang mengalami kanker ovarium dibandingkan yang tidak.
- Pengangkatan Ovarium (Ooforektomi): Pada wanita yang sangat berisiko karena riwayat keluarga atau mutasi genetik, prosedur pengangkatan ovarium dapat mengurangi risiko kanker ovarium.
Kesimpulan
Kanker ovarium adalah penyakit yang serius dan sering terdeteksi pada stadium lanjut karena gejalanya yang tidak spes